Jumat, 07 Februari 2025

Abu Hurairah Al-Dausi

Abu Hurairah r.a. seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Dausi. Ada perbedaan pendapat mengenai nama sahabat yang satu ini. Putranya, al-Muharrar ibn Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdu Amr ibn Abdu Ghanam.

Amr ibn Ali al-Fallas59 mengatakan bahwa berdasarkan pendapat yang lebih mendekati kebenaran, nama asli Abu Hurairah r.a. adalah Abdu Amr ibn Ghanam. Sementara, Ibn Ishaq dalam kitabnya, al-Sayr wa al-Maghazi,60 meriwayatkan dari beberapa sumber bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “ Namaku pada masa Jahiliah adalah Abdu Syams, dan kemudian Rasulullah menggantinya menjadi Abdurrahman. Aku dipanggil dengan nama Abu Hurairah r.a. karena aku pernah menemukan seekor kucing dan kemudian kubawa di dalam kantungku. Sejak itulah aku dipanggil ‘Abu Hurairah r.a.’.”

Diceritakan juga bahwa Rasulullah saw. melihat Abu Hurairah r.a. dan di dalam kantungnya ada seekor kucing sehingga beliau memanggilnya “Abu Hurairah r.a.”

Abu Hurairah r.a. termasuk ahli shuffah. Imam al-Bukhari berkata, “Namanya setelah masuk Islam adalah Abdullah. Seandainya tidak harus mengikuti mereka, niscaya kami ridak memedulikan nama-namanya yang berbeda-beda, karena sebenarnya nama-nama itu seolah-olah tidak ada. Sesungguhnya ia tidak butuh penjelasan lain karena ia telah dikenal luas dengan julukannya, yaitu Abu Hurairah r.a..”

Abu Hurairah r.a. masuk Islam pada tahun terjadinya Perang Khaibar. Sebelum dia, ada anggota suku al-Dausi yang telah memeluk Islam, yaitu Thufail ibn Amr al-Dausi. Setelah memeluk Islam, ia ingin segera menemui Rasulullah saw. tetapi niatnya itu tidak kesampaian karena ia diancam oleh orangorang Quraisy untuk tidak menemui beliau atau mendengarkan perkataannya.

Dia pernah meminta Rasulullah agar mendoakan kaumnya, karena tidak satu pun dari mereka yang mau memeluk Islam ketika ia menyeru mereka. Namun, Abu Hurairah r.a. khawatir Nabi saw. mendoakan kehancuran kaumnya. Tentu saja, karena diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, Nabi saw. berdoa, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kabilah Daus.”

Diceritakan bahwa setelah pengepungan beberapa hari, benteng pertahanan Khaibar akhirnya jebol dan kota itu jatuh ke tangan kaum muslim. Sepulangnya dari Khaibar, Nabi saw. dan para sahabat melihat iring-iringan berwarna hitam dari kejauhan memasuki Madinah. Ketika iring-iringan itu semakin dekat, para sahabat melihat Thufail, pemimpin kabilah Daus diikuti 80 kerabatnya dari suku Daus. Mereka semua memeluk Islam, termasuk Abu Hurairah r.a.

Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah yang paling banyak menghafal hadis. Ia meriwayatkan 5.374 hadis Rasulullah. Hadis-hadis itu diriwayatkan darinya oleh delapan ratus perawi dari kalangan sahabat dan tabiin. Nabi saw. amat mencintainya dan memperhatikannya. Nabi saw. sangat mengasihi Abu Hurairah karena ia termasuk ahli Shuffah yang fakir. Nabi saw. memberinya nama “Abdurrahman ” menggantikan namanya sebelum Islam, yaitu Abdu Syams. Sebagai ungkapan sayang, Rasulullah sering memanggilnya dengan nama julukan Abu Hurr. Nama julukan itu lebih ia sukai dibanding namanya sendiri, Abu Hurairah. Ia mendapat nama Abu Hurairah karena di masa kecil ia punya seekor kucing yang sangat jinak dan suka bermain-main dengannya. Orang-orang mengetahui kesukaannya pada kucingnya itu sehingga ia mendapat julukan Abu Hurairah.

Abu Hurairah masuk Islam berkat dakwah yang disampaikan Thufail al-Dausi. Ia tetap tinggal di tengah-tengah kaumnya hingga akhirnya ia bersama mereka mendatangi Rasulullah di Madinah. Lalu ia menetap di masjid Madinah. Saat itu ia masih bujang, tidak memiliki anak maupun istri. Ia mencurahkan seluruh hidupnya untuk menimba ilmu dari Rasulullah.

Abu Hurairah merasa bahagia hidup di dekat Rasulullah meskipun dalam keadaan miskin. Namun, jauh di lubuk hatinya ia merasa berduka karena ibunya tetap berpegang teguh pada keyakinan leluhurnya yang menyekutukan Allah. Abu Hurairah berusaha sekeras tenaga untuk menyeru ibunya ke jalan Islam. Abu Hurairah benar-benar mengasihinya dan ingin berbuat baik kepadanya. Namun, seruan, nasihat, dan ajakannya tak dihiraukan oleh ibunya. Bahkan ibunya itu membalasnya dengan kata-kata yang buruk. Ibunya memarahi, mengecam, dan mencemooh dirinya karena mengikuti Rasulullah

Imam Muslim mencatat sebuah hadis dari Yazid ibn Abdurrahman bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Aku selalu mengajak ibuku untuk memeluk Islam ketika ia masih musyrik. Pada suatu hari aku mengajaknya lagi, tetapi ia malah mengucapkan kata-kata yang menghina Rasulullah. Maka, aku menemui Rasulullah saw. dan berkata sambil menangis, ‘Wahai Rasulullah, telah berkali-kali aku mengajak ibuku kepada Islam, tetapi ia tetap menolak ajakanku. Pada suatu hari aku mengajaknya lagi, tetapi ia malah mengucapkan kata-kata yang merendahkanmu. Maka, berdoalah kepada Allah agar Dia memberi petunjuk kepada ibuku.’ Kemudian Rasulullah saw. berdoa, ‘Ya Allah, berilah petunjuk kepada ibunda Abu Hurairah .r a.’ Setelah itu aku meninggalkan Rasulullah dengan hati gembira karena beliau telah mendoakan ibuku. Aku pulang ke rumah dan mendapatinya dalam keadaan lengang. Namun, setelah masuk beberapa langkah, aku mendengar ibuku berkata, ‘Diam di tempatmu, Abu Hurairah r.a., aku mendengar suara gemericik air.’”

Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, “Ibuku bergegas membersihkan diri, mengenakan pakaiannya yang paling bagus, lalu berjalan cepat menuju keledai tunggangannya. Maka, aku membukakan pintu untuknya, dan tiba-tiba ibuku berkata: ‘Hai Abu Hurairah r.a., aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’

Mendengar ucapan ibuku yang tegas dan jelas, aku bergegas kembali menemui Rasulullah dengan hati diliputi rasa bahagia. Aku berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, bergembiralah, karena Allah telah mengabulkan doamu dan memberi hidayah kepada ibuku.’ Mendengar kabar gembira itu, Nabi saw. mengucap syukur kepada Allah Swt., kemudian beliau mengatakan hal-hal yang baik. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang mukmin dan kami mcncintai mereka.’ Maka, Rasnlullah saw. Berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah hambamu ini (Abu Hurairah r.a.) dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang mukmin, dan jadikanlah mereka berdua mencintai semua mukmin.’ Karena itu, tidak ada seorang mukmin pun yang mendengar namaku atau melihatku melainkan ia akan mencintaiku.”

Kendati begitu, ada sebagian ulama yang menganggap bahwa Abu Hurairah r.a. melebih-lebihkan sebagian hadis yang ia riwayatkan. Inilah jawaban Abu Hurairah r.a. yang dicatat oleh Imam Muslim.62 Ibn Syihab meriwayatkan dari Ibn al - Musayyab bahwa Abu Hurairah r.a. berkata: “Mereka mengatakan bahwa Abu Hurairah telah melebih-lebihkan, biarlah kuserahkan hal itu kepada Allah. Mereka juga mengatakan, mengapa orang Muhajirin dan Anshar tidak menceritakan hadis sebanyak yang kuriwayatkan ? Biar kusampaikan alasannya kepada kalian. Saudara-saudaraku orang Anshar sibuk dengan ladang dan kebun mereka, sementara saudaraku orang Muhajirin sibuk dengan perdagangan mereka, sedangkan aku selalu mengikuti dan mendampingi Rasnlullah. Aku menyaksikan ketika mereka tidak ada, dan aku menghafal ketika mereka lupa. Dan, pada suatu hari Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa dari kalian yang mau menghamparkan bajunya dan mengambil parkataanku, lalu menghimpunnya ke dalam dadanya maka ia tidak akan melupakan apa yang didengarnya.’ Maka, kuhamparkan selimutku hingga beliau selesai dengan hadisnya kemudian aku menghimpunnya ke dalam dadaku. Maka sejak saat itu aku tidak lupa sedikit pun semua hadis yang beliau ucapkan sejak hari itu. Seandainya tidak ada dua ayat yang Allah turunkan dalam kitab-Nya, niscaya selamanya aku tidak akan menyampaikan semua yang kudengar dari beliau sedikit pun, yaitu firman Allah:

Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan bentpa keterangan ( yang jelas ) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada mamtsia dalam Alkitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknati ( pula) oleh semua (mahluk ) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran). Maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah yang maha menerima tobat lagi Maha Penyayang.

Imam Syafi'i mengatakan, “Pada masanya, Abu Hurairah r.a. adalah orang yang paling kuat hafalannya di antara para perawi hadis.”

Tidak diragukan lagi, jika Abu Hurairah r.a. tidak tekun mengikuti Rasulullah saw. dan tidak punya hafalan yang kuat, niscaya kaum muslim akan banyak kehilangan hadis Nabi saw.

Pada suatu hari Abu Hurairah r.a. datang ke sebuah pasar di Madinah dan berkata dengan suara keras, “Lemah sekali kalian, wahai penduduk Madinah.”

Mereka bertanya, “Kelemahan apa yang engkau lihat dari kami, wahai Abu Hurairah ?

“Warisan Rasulullah sedang dibagi-bagikan sementara kalian sibuk di sini? Kenapa kalian tidak pergi dan mengambil bagian kalian ?” “Benar, wahai Abu Hurairah, tetapi di mana bagian itu?” Abu Hurairah r.a. menjawab, “Di masjid Rasulullah.

Kemudian mereka segera berangkat ke masjid Rasulullah saw. untuk mendapatkan bagian masing-masing sedangkan Abu Hurairah r.a. berdiri di tengah pasar menunggu mereka kembali. Orang-orang itu kembali dari masjid dan berkata, “Hai Abu Hurairah r.a., kami sudah mendatangi masjid, tetapi kami tidak melihat apa pun yang sedang dibagikan, kami hanya melihat orang yang sedang shalat, orang yang sedang membaca Al-Quran, dan orang yang sedang berzikir. Tak ada yang kami temukan selain itu.”

Abu Hurairah r.a. menjawab, “Celakalah kalian! Itulah warisan Rasulullah saw.” Ternyata mereka semua telah lalai.

Abu Hurairah tidak pernah puas memandang Rasulullah karena ia sangat mencintainya. Ia penuhi kedua bola matanya dengan keindahan wajah Rasulullah dan senantiasa merasa takjub setiap saat. Abu Hurairah berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang lebih indah daripada Rasulullah hingga seakanakan matahati berada di wajahnya.”

Ketika bersyukur kepada Allah atas hidayah-Nya, Abu Hurairah mengulang-ulang ucapan, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan Abu Hurairah kepada Islam. Segala puji bagi Allah yang telah mengajarkan Al-Quran kepada Abu Hurairah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan persahabatan antara Abu Hurairah dan Muhammad.”

Suatu hari Rasulullah muncul di hadapan para sahabatnya di masjid. Kemudian ia melihat Abu Hurairah bersama dua orang sahabat yang sedang berdoa dan berzikir kepada Allah. Rasul berjalan mendekati mereka lalu duduk di antara mereka. Rasulullah bersabda kepada para sahabat, “Kembalilah kepada apa yang sedang kalian lakukan.”

Kedua orang di sisi Abu Hurairah melanjutkan doa mereka dan Rasulullah mengamini doa mereka. Sementara itu, Abu Hurairah berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta-Mu apa yang diminta sahabatku dan aku meminta ilmu yang tidak terlupakan.” Setelah Rasulullah mengamini doanya, dua sahabatnya berkata, “ Dan kami juga meminta ilmu yang tidak terlupakan.” Maka Nabi bersabda dcngan lemah lembuh dan karena takdir yang telah ditetapkan Allah, “Kalian telah didahului oleh pemuda al-Dausi ( Abu Hurairah ).”

Abu Hurairah mengalami kelaparan karena seluruh perhatiannya ia curahkan untuk menimba ilmu dari Rasulullah. Ia tidak pernah ikut berdagang di pasar. Nyaris setiap hari ia selalu mengalami kelaparan hingga suatu ketika ia tak dapat berdiri karena sangat lapar. Keadaannya itu membuat Nabi saw. merasa kasihan kepadanya seperti rasa kasihannya kepada ahli shuffah lainnya. Nabi saw. selalu berusaha membantu dan menolong mereka sesuai dengan kemampuannya sebagai seorang Nabi yang tidak lebih kaya dari mereka.

Seperti itulah keadaan Abu Hurairah di masa-masa awal keislamannya. Kelak, ketika Islam tersebar semakin luas dan negeri Islam meliputi berbagai kawasan yang berbeda, keadaan Abu Hurairah berubah. Ia menjadi orang yang berharta, punya istri, dan memiliki rumah yang ditinggali bersama keluarganya. Ia diangkat menjadi gubernur di suatu wilayah negeri Islam.

Kendati demikian, perubahan status sosial dan kedudukannya di tengah umat Islam tidak mengubah watak dan keutamaannya. Ia tetap dikenal sebagai seorang alim yang sangat luas ilmunya, ramah, dermawan, bertakwa, warak, berpuasa di siang hari dan shalat pada sepertiga malam. Sebelum mendirikan shalat malam, ia akan membangunkan keluarganya sehingga mereka semua beribadah di waktu malam. Nyaris tidak ada waktu kosong yang dipergunakan untuk bersenangsenang menikmati kelimpahan dunianya.

Abu Hurairah menjadi kepala keluarga yang benar-benar bertakwa kepada Allah. Ia takut dirinya dan keluarganya mendapat siksa api neraka dan murka Allah. Suatu ketika anak perempuannya berkata, “Ayah, anak-anak perempuan lain mencelaku dan mengatakan, ‘Kenapa ayahmu tidak mcmberikan perhiasan etnas kepadamu, padahal ia memiliki kedudukan yang tinggi ?”’

Abu Hurairah menghibur anak perempuannya itu dengan mengatakan, “Anakku, katakanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya ayahku mengkhawatirkan diriku dari panasnya neraka Lahab.'

Ia selalu menjaga kebaikan dan kelembutannya setiap saat. Ia tak mau menyakiti seseorang karena takut akan mendapat kisas kelak di hari akhir. Dikisahkan bahwa ia punya seorang budak perempuan yang berakhlak buruk hingga menyakitkan hatinya dan menyusahkan keluarganya. Suatu ketika, karena perilaku budak itu yang keterlaluan, Abu Hurairah mengangkat cambuknya dan bersiap-siap melecutkannya pada budak itu. Namun, ia segera ingat kepada Allah, mengucapkan istighfar, lalu berkata, “Andai saja tidak ada kisas kelak pad ahari kiamat, pasti aku akan menyiksamu sebagaimana kau menyiksa kami. Namun, aku akan menjual-Mu kepada zat yang telah memenuhi hargamu kepadaku dan aku lebih membutuhkan akhirat. Pergilah, sejak saat ini kau menjadi manusia merdeka karena Allah.”

Pada suatu waktu, dengan niat untuk menguji kesalehannya, Marwan ibn Hakam mengirimkan seratus dinar kepada Abu Hurairah melalui seorang utusan. Marwan ingin mengetahui, untuk apa uang tersebut dipergunakan. Beberapa hari kemudian Marwan menemuinya dan berkata, “Mafkanlah aku, kemarin aku salah mengirimkan utusan. Semestinya uang tersebut diberikan kepada seseorang yang lain. Aku telah berbuat salah dengan memberikannya kepadamu.”

Abu Hurairah merasa sedih dan berkata, “ Aku mohon maaf, karena telah membelanjakan uang itu seluruhnya di jalan Allah. Tidak ada satu dinar pun yang tersisa. Tetapi aku berjanji, jika aku telah menerima gajiku, aku pasti segera mengembalikannya kepadamu.”

Meskipun memiliki kedudukan dunia yang tinggi dan ilmu yang sangat luas, Abu Hurairah tetap dikenal sebagai alim yang sangat rendah had, selalu bertutur kata dengan lembut dan sopan, dan tidak pernah menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Meskipun telah diangkat menjadi gubernur dengan kekuasaan yang sangat besar, ia tetap melayani dirinya sendiri dan enggan membebani orang lain. Ketika diangkat menjadi walikota Madinah, ia mencari kayu bakar sendiri untuk keluarganya dan memikulnya di atas pundaknya. Ketika memasuki jalan-jalan Madinah, ia berseru kepada orang-orang di hadapannya, “Berikanlah jalan untuk amir kalian dan tumpukan kayu di atas punggungnya.”

Beberapa saat menjelang ajal menjemputnya, ia menangis tersedu-sedu seakan tak pernah menangis sebelumnya. Orangorang menanyakan sebabnya. Ia menjawab, “Ketahuilah, aku menangis bukan karena dunia ini. Aku menangis mengingat betapa jauhnya perjalanan dan betapa sedikinya perbekalan.” Ia takut kepada Allah dari siksa-Nya dan tidak yakin dengan amal kebaikannya.

Menurut Imam al-Bukhari, orang yang meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah r.a. dari kalangan sahabat dan tabiin ada lebih dari seratus delapan orang; dari kalangan sahabat antara lain Ibn Abbas, Ibn Umar, Jabir, Anas, dan Watsilah ibn alAsqa. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, Abu Hurairah r.a. ditugaskan di Bahrain kemudian ia dicopot dari jabatannya. Ketika diminta untuk kembali menduduki jabarannya, Abu Hurairah r.a. menolaknya.

Banyak perbedaan pendapat mengenai kapan Abu Hurairah r.a. wafat. Sebagian kalangan menyebutkan bahwa ia wafat antara tahun 57, 58, atau 59 Hijriah, tetapi ada juga yang bilang bahwa ia wafat pada 88 Hijriah. Abu Hurairah r.a. wafat di daerah al-Aqiq dan dimakamkan di Madinah.

Semoga Allah merahmatinya.

Artikel Terkait