Senin, 17 Maret 2025

Amar Ibn Yasar Ibn Amir

Amar ibn Yasar ibn Amir adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Madzhaji keturunan Bani Unsi. Ayahnya bernama Yasar ibn Amir ibn Malik ibn Kinanah dan ibunya bernama Sumayyah bint Khayath, syahidah pertama dalam Islam. Ibunda Amar dibunuh oleh salah seorang pemuka Quraisy, Abu Jahal. Amar dipanggil dengan nama Abu al-Yaqzhan.

Yasar bersama istrinya, Sumayyah, dan anak mereka termasuk di antara golongan pertama yang memeluk Islam. Mereka bertiga mendapat banyak siksaan dan penderitaan demi mempertahankan agama yang mereka yakini.

Yasar dan dua saudaranya, al-Harits dan Malik, datang ke Makkah untuk mencari saudara mereka yang pergi dari Yaman tanpa seorang pun yang tahu ke mana tujuannya. Kemudian al-Harits dan Malik pulang kembali ke Yaman, sedangkan Yasar memilih tinggal di Makkah. Selama menetap di Makkah Yasar berteman dengan Abu Khudzaifah ibn al-Mughirah. Kemudian ia dinikahkan dengan salah seorang budak Abu Khudzaifah yang bernama Sumayyah. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai seorang putra bernama Amar.

Amar dan Shuhaib ibn Sinan masuk Islam pada waktu yang sama. Ketika itu mereka bertemu di depan rumah alArqam ibn Abu al-Arqam, tempat Rasulullah mengajarkan Islam kepada para sahabatnya. Saat bertemu Sinan, Amar bertanya, “Apa yang kaulakukan di sini?”

Shuhaib justru balik bertanya, “ Kau sendiri, apa tujuanku ke sini ? ”

Amar menjawab, “Aku ingin masuk ke tempat Muhammad dan mendengar perkataannya.”

Shuhaib berkata, “Aku pun sama.”

Keduanya memasuki rumah itu dan Rasulullah saw. berkenan menerima mereka serta menjelaskan kepada mereka ajaran-ajaran Islam. Keduanya merasa tertarik dan akhirnya mengucapkan syahadat.” Sebelum mereka berdua, sudah ada 39 orang100 yang memeluk Islam.

Karena ayahnya, Yasar, bukan orang Makkah dan berlindung di rumah Abu Khudzaifah, kemudian menikahi seorang budak, Amar pun secara otomatis menjadi seorang budak yang tak terlindungi siapa pun. Akibatnya, kaum Quraisy secara leluasa menyiksa dan menghukum keluarga yang lemah itu. Amar dan orangtuanya mendapat siksaan yang keji dari para pemuka Quraisy. Ia sendiri menyaksikan bagaimana ibundanya, Sumayyah, wafat akibat kekejaman Quraisy. Karena tekanan dan siksaan yang sangat pedih, Amar terpaksa melontarkan kata-kata kekafiran seperti yang diinginkan para penyiksanya. Setelah mereka menghentikan siksaan, Amar menghadap Nabi saw. sambil menangis sejadi-jadinya menyesali ucapannya di depan kaum kafir. Beliau mengusap air matanya, lalu bersabda,

“Orang kafir itu menyiksamu, lalu mereka menyirammu dengan air, kemudian kamu mengatakan begini dan begini.” Amar menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”

“Lalu, bagaimanakah keadaan hatimu sendiri?” “Aku merasa tenang dan mantap dalam keimanan, wahai Rasulullah.”

Sambil tersenyum Rasulullah bersabda, “Jika mereka kembali, ucapkan lagi kata-kata yang pernah kauucapkan itu.” Tidak lama kemudian Allah menurunkan firman-Nya:

Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat murka Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam iman (ia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka murka Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.

Tentu saja Amar merasa sangat senang dan tenang mendengar jawaban Rasulullah saw.

Amar memiliki tempat tersendiri di sisi Rasulullah. Ali pernah berkata, “Pada suatu hari Amar datang dan meminta izin untuk menghadap Nabi saw. Saat bertemu, Rasulullah bersabda, ‘Selamat datang, wahai orang yang suci dan menyucikan.”

Dalam riwayat lain Khalid ibn al-Walid menuturkan, “Aku pernah berselisih dengan Amar sehingga aku mengucapkan kata-kata kasar kepadanya sehingga ia melaporkanku kepada Rasulullah saw. Tak lama berselang aku juga menemui Nabi saw. untuk mengadukan Amar. Di hadapan Rasulullah saw. aku masih tetap mengatakan hal-hal buruk tentang Amar. Nabi saw. diam tak memberi jawaban apa-apa. Melihat keadaan itu, Amar menangis dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidakkah Tuan melihat perbuatannya?’ Rasulullah saw. menengadahkan kepala dan bersabda, ‘Barang siapa memusuhi Amar maka Allah pasti memusuhinya; barang siapa membenci Amar maka Allah pasti membencinya.’”

Khalid menuturkan, “Aku pun bergegas pergi dan sejak saat itu tidak ada yang lebih kuinginkan selain mendapatkan keridaan Amar. Maka, aku segera menemuinya dan ia rida kepadaku.

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ketika dihadapkan pada dua pilihan, Amar akan memilih yang lebih baik dari keduanya.”

Amar memiliki keistimewaan lain, karena ia termasuk di antara segelintir sahabat yang ikut membangun Masjid Quba.

Amar mengikuti beberapa peperangan bersama Nabi saw. Ia juga ikut serta dalam Perang Yamamah untuk memerangi orang-orang murtad di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab, sang nabi palsu. Putra Amar pernah berkata, “Aku melihat Amar ibn Yasar di hari Perang Yamamah berdiri di atas sebuah batu, kemudian berseru, ‘Hai kaum muslim, apakah kalian lari dari surga ? Kemarilah! Kemarilah mendekat kepadaku! Aku Amar ibn Yasar! Kemarilah!’ Aku melihat telinganya nyaris putus terpapas senjata musuh. Dalam perang itu Amar bertempur habis-habisan.

Amar selalu berada di pihak yang benar. Ketika terjadi fitnah antara Ali dan Muawiyah, banyak orang menunggu kepada siapa Amar berpihak ? Ternyata Amar ada di pihak Ali sehingga mereka tahu, Ali adalah pihak yang benar dalam konflik tersebut. Pada perang itu Amar dibunuh oleh pasukan Muawiyah.

Thawus104 menuturkan dari Abu Bakr ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm'05 dari ayahnya berkata, “Ketika Amar ibn Yasar terbunuh, Amr ibn Hazm menemui Amr ibn al-Ash dan berkata, ‘Amar ibn Yasar telah terbunuh sementara Rasulullah saw. mengatakan bahwa ia terbunuh oleh kelompok yang berdosa.’

Amr ibn al-Ash tersentak kaget dan mengucapkan inna lillahi wa innahi wa inna ilayhi rajTun, kemudian keduanya menemui Muawiyah. Setelah berhadapan, Muawiyah bertanya, ‘Apa yang hendak kausampaikan ?

Amr ibn al-Ash berkata, ‘Amar ibn Yasar telah terbunuh.’ ‘Ya, Amar telah terbunuh, lalu ada apa dengan itu ?’ Amr berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa ia akan terbunuh oleh kelompok pendosa.’

Muawiyah berkata, ‘Celakalah kau, apakah kita yang membunuhnya? Sungguh, orang yang membunuhnya adalah Ali dan para pengikutnya karena mereka datang bersama Amar dan menempatkannya di hadapan tombak kita—atau ia berkata, “di antara pedang-pedang kita.

Ketika mengetahui Amar terbunuh, Khuzaimah ibn Tsabit berkata, “Kesesatan telah muncul! Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Ia akan dibunuh oleh golongan yang berdosa.’” Pada awalnya Khuzaimah tidak ikut berperang. Namun, ketika mengetahui Amar terbunuh oleh pasukan Muawiyah, Khuzaimah terjun ke medan perang dalam barisan Ali hingga ia pun gugur terbunuh.

Setelah Amar terbunuh, dua laki-laki pengikut Muawiyah bertengkar. Masing-masing mengaku bahwa dialah yang membunuhnya. Melihat pertengkaran mereka, Amr ibn al-Ash berujar: “ Demi Allah, mereka akan berdebat di dalam neraka! Demi Allah, seandainya aku bisa mati dua puluh tahun sebelum hari ini.”

Semoga Allah merahmatinya.

Artikel Terkait